Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, bukum, teori atau putusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal ataupun gejala. Berdasarkan atas prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan bagian dari hal atau gejala di atas. Dengan kata lain, penalaran deduktif bergerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus.
Diagram di atas ialah diagram Euler.
Gambar I : Menunjukkan bahwa S identik dengan P
S = P; Semua manusia adalah makhluk rasional.
Gambar II : S tidak berhubungan dengan P.
Tidak ada S yang P; Tidak ada cacing yang bernapas dengan paru-paru.
Gambar III : S adalah sebagian dari P.
Semua S adalah P; Semua kerbau adalah binatang.
Gambar IV : Sebagian S adalah P. Beberapa S = P; Beberapa manusia jenius.
Silogisme
Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan/dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan "Ia dihukum karena melanggar peraturan "X", sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal berikut:
a. Barang siapa melanggar peraturan "X" harus dihukum.
b. Ia melanggar peraturan "X"
c. la harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme. Kalimat pertama (premis ma-yor) dan kalimat kedua (premis minor) merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
Entimen
Sebelumnya telah disinggung bahwa silogisme jarang sekali ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam tulisan pun, bentuk itu hampir tidak pernah digunakan. Bentuk yang biasa ditemukan dan dipakai ialah bentuk entimem. Entimem ini pada dasarnya adalah silogisme. Tetapi, di dalam entimem salah satu premisnya dihilangkan/tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi dua:
a. menipu adalah dosa
b. karena (menipu) merugikan orang lain.
Kalimat a merupakan kesimpulan sedangkan kalimat b adalah premis minor (karena bersifat khusus). Maka silogisme dapat disusun:
My:
Mn : menipu merugikan orang lain
K menipu adalah dosa.
Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis mavornva: Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.
Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu ke-simpulannya. Kata-kata yang menandakan kesimpulan ialah kata-kata seperti jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang dihilangkan.
Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, bukum, teori atau putusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal ataupun gejala. Berdasarkan atas prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan bagian dari hal atau gejala di atas. Dengan kata lain, penalaran deduktif bergerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus.
Diagram di atas ialah diagram Euler.
Gambar I : Menunjukkan bahwa S identik dengan P
S = P; Semua manusia adalah makhluk rasional.
Gambar II : S tidak berhubungan dengan P.
Tidak ada S yang P; Tidak ada cacing yang bernapas dengan paru-paru.
Gambar III : S adalah sebagian dari P.
Semua S adalah P; Semua kerbau adalah binatang.
Gambar IV : Sebagian S adalah P. Beberapa S = P; Beberapa manusia jenius.
Silogisme
Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan/dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan "Ia dihukum karena melanggar peraturan "X", sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal berikut:
a. Barang siapa melanggar peraturan "X" harus dihukum.
b. Ia melanggar peraturan "X"
c. la harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme. Kalimat pertama (premis ma-yor) dan kalimat kedua (premis minor) merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
Entimen
Sebelumnya telah disinggung bahwa silogisme jarang sekali ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam tulisan pun, bentuk itu hampir tidak pernah digunakan. Bentuk yang biasa ditemukan dan dipakai ialah bentuk entimem. Entimem ini pada dasarnya adalah silogisme. Tetapi, di dalam entimem salah satu premisnya dihilangkan/tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi dua:
a. menipu adalah dosa
b. karena (menipu) merugikan orang lain.
Kalimat a merupakan kesimpulan sedangkan kalimat b adalah premis minor (karena bersifat khusus). Maka silogisme dapat disusun:
My:
Mn : menipu merugikan orang lain
K menipu adalah dosa.
Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis mavornva: Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.
Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu ke-simpulannya. Kata-kata yang menandakan kesimpulan ialah kata-kata seperti jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang dihilangkan.